Meskipun kesadaran memberikan layanan pendidikan pada anak usia dini atau PAUD mulai tumbuh di kalangan masyarakat, layanan ini baru dapat dinikmati 48 persen pada anak usia 0-6 tahun. Padahal, layanan PAUD di usia emas, terutama usia empat tahun ke bawah, sangat dibutuhkan. Pada usia emas ini, jika dididik secara benar, semua kecerdasan dan potensi anak terstimulasi yang sangat berguna bagi masa depan mereka. “Pendidikan usia dini yang ideal harus bersifat holistik, yakni kognitif, nutrisi, dan kesehatan mesti seimbang,” kata Gutama, Direktur PAUD, Direktorat Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal, Departemen Pendidikan Nasional, di Jakarta, Jumat (4/1).
Gutama menekankan stimulasi semua kecerdasan dan potensi yang dirangsang dan dikembangkan harus berpusat pada anak itu sendiri dengan cara yang mengasyikkan, menyenangkan, dan mencerdaskan. Sayangnya, masyarakat berpenghasilan rendah masih sering mengabaikan pendidikan anak usia dini ini.
Layanan PAUD secara formal dan nonformal, lanjut Gutama, telah menjangkau 13 juta lebih dari 28 juta anak usia dini di seluruh wilayah Indonesia. Untuk anak usia 0-4 tahun berjumlah 20,5 juta. Anggaran PAUD juga terus ditingkatkan dari Rp 221 miliar pada tahun lalu, tahun 2008 naik dua kali lipat. Tahun 2015 layanan PAUD diusahakan bisa mencapai 75 persen semua anak usia dini.
Orangtua juga penting
Nismawati, pengelola PAUD terintegrasi posyandu di Kecamatan Abeli, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, mengatakan, untuk memaksimalkan layanan PAUD, yang dijangkau bukan anak-anak usia dini saja, tetapi juga orangtua. “Anak-anak itu kan lebih banyak berada bersama keluarganya. Orangtua juga perlu dibekali penyuluhan dan informasi mengenai proses tumbuh kembang anak,” ujarnya. Kendala yang dihadapi layanan PAUD di daerah pedesaan adalah minimnya pendidik PAUD yang berkualitas. Padahal, pendidik yang kompeten akan bisa memaksimalkan kecerdasan dan potensi anak. “Banyak orangtua yang akhirnya menyadari pentingnya PAUD. Sebab, mereka bisa merasakan anak-anaknya menjadi lebih siap dan mampu mengikuti pelajaran di SD jika dipersiapkan sejak usia dini,” kata Nismawati.
Usia yang Penting
Usia dini (0-5 thn) merupakan usia yang sangat menentukan, dalam pembentukan karakter dan kepribadian seorang anak. Usia itu sebagai usia penting bagi pengembangan intelegensi permanen dirinya, mereka juga mampu menyerap informasi yang sangat tinggi. Informasi tentang potensi yang dimiliki anak usia itu, sudah banyak diketengahkan di media massa dan media elektronik lainnya. Bahkan sudah banyak penelitian yang di lakukan untuk membuktikan, pada usia itu memiliki kemampuan intelegensi yang sangat tinggi. Tetapi kenyataannya, sebagian besar orang tua dan guru tidak memahami akan potensi luar biasa yang dimiliki anak-anak pada usia itu. Keterbatasan pengetahuan dan informasi yang dimiliki orang tua dan guru, menyebabkan potensi yang dimiliki anak tidak berkembang.
Karena itu pendidikan usia dini, prasekolah dan taman kanak-kanak tidak boleh diabaikan atau dianggap sepele. Bahkan pendidikan seorang anak sebaiknya dilakukan sejak anak itu masih berada dalam kandungan.
Menurut data tahun 2001, dari 26,1 juta anak yang ada di Indonesia baru 7,1 juta atau sekira 28% anak yang telah mendapatkan pendidikan. Terdiri atas 9,6% terlayani di bina keluarga bawah lima tahun, 6,5% di taman kanak-kanak, 1,4% Raudhatul Athfal, 0,13% di kelompok bermain, 0,05% di tempat penitipan anak lainnya, 9,9% terlayani di sekolah dasar. Ini menunjukkan, pentingnya pendidikan usia dini belum mendapatkan perhatian dengan baik.
Kemampuan ekonomi juga menjadi salah satu faktor penyebab dari terhambatnya pendidikan anak usia dini, sedikitnya pendapatan dan naiknya harga kebutuhan pokok mengharuskan kaum ibu ikut bekerja memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Ini yang menyebabkan perhatian akan pendidikan anak usia dini terbengkalai.
Masalah itu agar mendapatkan perhatian dari pemerintah, masyarakat, dan instansi lainnya. Lemba ga pendidikan usia dini agar mendapat prioritas dari pemerintah, tidak hanya dari pengadaan sarana, tapi juga kurikulum dan program yang terstruktur.
Faktor ekonomi adalah salah satu yang menjadi penyebab terhambatnya pendidikan. Pendidikan yang murah merupakan salah satu cara agar pendidikan usia dini dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
Sarana penunjang lain yang tak langsung ikut berpengaruh terhadap pendidikan usia dini juga agar menjadi perhatian. Sarana kesehatan seperti posyandu, berpengaruh terhadap peningkatan gizi anak, gizi mempengaruhi tingkat kecerdasan anak atau IQ. Jika anak mendapatkan gizi yang buruk maka berisiko kehilangan IQ 20-13 poin, kini jumlah anak yang kekurangan gizi mencapai 1,3 juta, berarti potensi kehilangan IQ anak di negara ini 22 juta poin.
Organisasi yang terkait yang berperan dalam pemberdayaan masyarakat seperti organisasi pemberdayaan perempuan, keluarga atau anak perlu mengadakan program yang menunjang bagi pemecahan masalah itu. Organisasi itu agar dapat memberikan pendidikan dan informasi kepada para orang tua dan masyarakat, tentang pentingnya pendidikan anak usia dini.
Komponen lain yang paling berpengaruh, keluarga dan masyarakat. Keluarga dan masyarakat berperan penting dalam pembentukan karakter dan kepribadian anak. Karena itu, keluarga dan masyarakat harus dapat memberikan contoh baik, karena pada dasarnya seorang anak akan senantiasa mengikuti atau mencontoh orang di sekitarnya. Orang tua pun harus mengembangkan potensi diri dengan cara memperkaya ilmu pengetahuan dan informasi, melalui media masa ataupun media elektronik. Terutama informasi dan ilmu pengetahuan terkini, sehingga orang tua bisa menjadi pusat informasi (tempat bertanya) yang baik bagi anak mereka.
Pendidikan anak usia dini dapat berjalan baik jika semua pihak dapat saling bekerja sama. Sebab, pendidikan usia dini adalah modal dasar bangsa untuk membentuk generasi penerus bangsa yang berkualitas kelak, dan diharapkan akan mampu bersaing dengan bangsa lain.
Dorong Minat Anak
Sementara itu Direktur Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Ditjen PNFI Gutama mengatakan, apabila semua potensi kecerdasan anak disentuh, maka anak akan memilih sendiri semua hal yang diminatinya. Salah satu caranya adalah melalui program PAUD nonformal. “PAUD nonformal bukan dilihat menterengnya gedung dan lengkapnya fasilitas yang menjadi ukuran, melainkan seberapa jauh anak merasa diperhatikan, diberi kesempatan untuk mengekspresikan idenya, dihargai hasil karya/prestasinya, didengar isi hatinya, tidak ada paksaan/tekanan/ancaman terhadap dirinya, dan mendapatkan layanan pendidikan sesuai tingkat usia dan perkembangan kejiwaannya,” katanya.
Gutama mengatakan hal itu saat menjelaskan kebijakan Direktorat PAUD pada hari pertama pelatihan pendidik PAUD untuk daerah tertinggal di Jabar, Selasa (1/1). Kegiatan ini merupakan hasil kerja sama Lembaga Penelitian dan Pengabdian (LPPM) Uninus dengan Direktorat Pendidik dan Tenaga Kerja (PTK)-Pendidikan Non Formal Ditjen PMPTK Depdiknas. Kegiatan yang diikuti 35 orang pendidik PAUD dari sembilan daerah di Jabar ini dilaksanakan lima hari, Selasa-Sabtu (1-5/1).
Di sela-sela kegiatan, Kasubdit Pendidik PNF, Drs. H. Nasrudin, mengemukakan, diklat untuk pendidik PAUD sudah dilakukan sejak 2006 dan diikuti oleh 12.000 orang setiap tahun. Nasrudin juga mengatakan, permasalahan dan tantangan PTK PAUD saat ini adalah pendataan, standar kompetensi, peningkatan kompetensi, peningkatan kualifikasi, sertifikasi, penghargaan dan perlindungan, dan payung hukum. “Karena itu, untuk meningkatkan kompetensi pendidik PAUD yang professional, diperlukan pelatihan,” katanya.
Penulis: wartaplus
Gutama menekankan stimulasi semua kecerdasan dan potensi yang dirangsang dan dikembangkan harus berpusat pada anak itu sendiri dengan cara yang mengasyikkan, menyenangkan, dan mencerdaskan. Sayangnya, masyarakat berpenghasilan rendah masih sering mengabaikan pendidikan anak usia dini ini.
Layanan PAUD secara formal dan nonformal, lanjut Gutama, telah menjangkau 13 juta lebih dari 28 juta anak usia dini di seluruh wilayah Indonesia. Untuk anak usia 0-4 tahun berjumlah 20,5 juta. Anggaran PAUD juga terus ditingkatkan dari Rp 221 miliar pada tahun lalu, tahun 2008 naik dua kali lipat. Tahun 2015 layanan PAUD diusahakan bisa mencapai 75 persen semua anak usia dini.
Orangtua juga penting
Nismawati, pengelola PAUD terintegrasi posyandu di Kecamatan Abeli, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, mengatakan, untuk memaksimalkan layanan PAUD, yang dijangkau bukan anak-anak usia dini saja, tetapi juga orangtua. “Anak-anak itu kan lebih banyak berada bersama keluarganya. Orangtua juga perlu dibekali penyuluhan dan informasi mengenai proses tumbuh kembang anak,” ujarnya. Kendala yang dihadapi layanan PAUD di daerah pedesaan adalah minimnya pendidik PAUD yang berkualitas. Padahal, pendidik yang kompeten akan bisa memaksimalkan kecerdasan dan potensi anak. “Banyak orangtua yang akhirnya menyadari pentingnya PAUD. Sebab, mereka bisa merasakan anak-anaknya menjadi lebih siap dan mampu mengikuti pelajaran di SD jika dipersiapkan sejak usia dini,” kata Nismawati.
Usia yang Penting
Usia dini (0-5 thn) merupakan usia yang sangat menentukan, dalam pembentukan karakter dan kepribadian seorang anak. Usia itu sebagai usia penting bagi pengembangan intelegensi permanen dirinya, mereka juga mampu menyerap informasi yang sangat tinggi. Informasi tentang potensi yang dimiliki anak usia itu, sudah banyak diketengahkan di media massa dan media elektronik lainnya. Bahkan sudah banyak penelitian yang di lakukan untuk membuktikan, pada usia itu memiliki kemampuan intelegensi yang sangat tinggi. Tetapi kenyataannya, sebagian besar orang tua dan guru tidak memahami akan potensi luar biasa yang dimiliki anak-anak pada usia itu. Keterbatasan pengetahuan dan informasi yang dimiliki orang tua dan guru, menyebabkan potensi yang dimiliki anak tidak berkembang.
Karena itu pendidikan usia dini, prasekolah dan taman kanak-kanak tidak boleh diabaikan atau dianggap sepele. Bahkan pendidikan seorang anak sebaiknya dilakukan sejak anak itu masih berada dalam kandungan.
Menurut data tahun 2001, dari 26,1 juta anak yang ada di Indonesia baru 7,1 juta atau sekira 28% anak yang telah mendapatkan pendidikan. Terdiri atas 9,6% terlayani di bina keluarga bawah lima tahun, 6,5% di taman kanak-kanak, 1,4% Raudhatul Athfal, 0,13% di kelompok bermain, 0,05% di tempat penitipan anak lainnya, 9,9% terlayani di sekolah dasar. Ini menunjukkan, pentingnya pendidikan usia dini belum mendapatkan perhatian dengan baik.
Kemampuan ekonomi juga menjadi salah satu faktor penyebab dari terhambatnya pendidikan anak usia dini, sedikitnya pendapatan dan naiknya harga kebutuhan pokok mengharuskan kaum ibu ikut bekerja memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Ini yang menyebabkan perhatian akan pendidikan anak usia dini terbengkalai.
Masalah itu agar mendapatkan perhatian dari pemerintah, masyarakat, dan instansi lainnya. Lemba ga pendidikan usia dini agar mendapat prioritas dari pemerintah, tidak hanya dari pengadaan sarana, tapi juga kurikulum dan program yang terstruktur.
Faktor ekonomi adalah salah satu yang menjadi penyebab terhambatnya pendidikan. Pendidikan yang murah merupakan salah satu cara agar pendidikan usia dini dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
Sarana penunjang lain yang tak langsung ikut berpengaruh terhadap pendidikan usia dini juga agar menjadi perhatian. Sarana kesehatan seperti posyandu, berpengaruh terhadap peningkatan gizi anak, gizi mempengaruhi tingkat kecerdasan anak atau IQ. Jika anak mendapatkan gizi yang buruk maka berisiko kehilangan IQ 20-13 poin, kini jumlah anak yang kekurangan gizi mencapai 1,3 juta, berarti potensi kehilangan IQ anak di negara ini 22 juta poin.
Organisasi yang terkait yang berperan dalam pemberdayaan masyarakat seperti organisasi pemberdayaan perempuan, keluarga atau anak perlu mengadakan program yang menunjang bagi pemecahan masalah itu. Organisasi itu agar dapat memberikan pendidikan dan informasi kepada para orang tua dan masyarakat, tentang pentingnya pendidikan anak usia dini.
Komponen lain yang paling berpengaruh, keluarga dan masyarakat. Keluarga dan masyarakat berperan penting dalam pembentukan karakter dan kepribadian anak. Karena itu, keluarga dan masyarakat harus dapat memberikan contoh baik, karena pada dasarnya seorang anak akan senantiasa mengikuti atau mencontoh orang di sekitarnya. Orang tua pun harus mengembangkan potensi diri dengan cara memperkaya ilmu pengetahuan dan informasi, melalui media masa ataupun media elektronik. Terutama informasi dan ilmu pengetahuan terkini, sehingga orang tua bisa menjadi pusat informasi (tempat bertanya) yang baik bagi anak mereka.
Pendidikan anak usia dini dapat berjalan baik jika semua pihak dapat saling bekerja sama. Sebab, pendidikan usia dini adalah modal dasar bangsa untuk membentuk generasi penerus bangsa yang berkualitas kelak, dan diharapkan akan mampu bersaing dengan bangsa lain.
Dorong Minat Anak
Sementara itu Direktur Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Ditjen PNFI Gutama mengatakan, apabila semua potensi kecerdasan anak disentuh, maka anak akan memilih sendiri semua hal yang diminatinya. Salah satu caranya adalah melalui program PAUD nonformal. “PAUD nonformal bukan dilihat menterengnya gedung dan lengkapnya fasilitas yang menjadi ukuran, melainkan seberapa jauh anak merasa diperhatikan, diberi kesempatan untuk mengekspresikan idenya, dihargai hasil karya/prestasinya, didengar isi hatinya, tidak ada paksaan/tekanan/ancaman terhadap dirinya, dan mendapatkan layanan pendidikan sesuai tingkat usia dan perkembangan kejiwaannya,” katanya.
Gutama mengatakan hal itu saat menjelaskan kebijakan Direktorat PAUD pada hari pertama pelatihan pendidik PAUD untuk daerah tertinggal di Jabar, Selasa (1/1). Kegiatan ini merupakan hasil kerja sama Lembaga Penelitian dan Pengabdian (LPPM) Uninus dengan Direktorat Pendidik dan Tenaga Kerja (PTK)-Pendidikan Non Formal Ditjen PMPTK Depdiknas. Kegiatan yang diikuti 35 orang pendidik PAUD dari sembilan daerah di Jabar ini dilaksanakan lima hari, Selasa-Sabtu (1-5/1).
Di sela-sela kegiatan, Kasubdit Pendidik PNF, Drs. H. Nasrudin, mengemukakan, diklat untuk pendidik PAUD sudah dilakukan sejak 2006 dan diikuti oleh 12.000 orang setiap tahun. Nasrudin juga mengatakan, permasalahan dan tantangan PTK PAUD saat ini adalah pendataan, standar kompetensi, peningkatan kompetensi, peningkatan kualifikasi, sertifikasi, penghargaan dan perlindungan, dan payung hukum. “Karena itu, untuk meningkatkan kompetensi pendidik PAUD yang professional, diperlukan pelatihan,” katanya.
Penulis: wartaplus
No comments:
Post a Comment