Anakku Tidak Mau Membaca…!
by Mr.Clear
“Gimana ya..? Anak saya nggak mau membaca, hanya suka menggambar dan menggambar!”.
Hal ini kadang kita dengar keluhan dari beberapa orang tua yang merasa sulit untuk mengarahkan anak sesuai dengan yang diharapkan. Seperti halnya contoh kasus diatas. Sesungguhnya kita nggak perlu risau dengan kesukaan anak yang kadang nggak sesuai dengan kita harapkan. Sedangkan kita pingin anak bisa sesuatu yang lain, misal anak suka membaca. Namun kita masih bisa memasukkan hal-hal yang kita inginkan melalui aktifitas kesukaan anak. Misal Anak suka menggambar. Dari menggambar kita bisa mengajarkan membaca secara tidak langsung kepada anak kita dengan cara menyisipkan tulisan pada pada gambar mereka.
“Dede,…Mama pingin tahu nih….apa ya.. nama gambar Dede ini?”, tanya Mama pada suatu Malam.” Ini kan gunung Ma…!”, Jawab Dede. “Oh…Gunung….! Gimana kalau kita beri nama dibawahnya? Supaya Papa atau Nenek kalau lihat gambar Dede, tahu namanya, tanpa harus nanya lagi ke Dede”. Gimana De?”, usul Mamanya. “ Ide yang bagus Ma…”, sahut Dede. “Mama tulis ya….GUNUNG”, kata mama sambil menorehkan tinta ke buku gambar Dede, sambil mengulang beberapa kali “ Ini tulisan GUNUNG dede…”, jelas Mama, tanpa harus memaksa Dede untuk memperhatikan tulisan Mamanya.
Dengan cara menyisipkan tulisan pada gambar anak yang suka menggambar tentu tidak akan mengusik kesukaan anak kita, namun kita bisa mengajarkan membaca secara tidak langsung.Perlahan-lahan tanpa disadari anak, kita telah mengajarkan anak membaca. Hal ini bisa diulang dan diulang, sampai akhirnya anak akan menyukai untuk membaca. Ya….suka membaca! Bukan hanya sekedar bisa membaca.
Ternyata mengajarkan sesuatu pada anak (membaca-misal) tanpa harus kita mengatakan bahwa sedang belajar membaca tapi sedang menggambar. Namun sesungguhnya juga sedang belajar membaca. Sehingga anak tidak merasa belajar membaca, yang merupkan sesuatu yang tidak menyenangkan buat dirinya. Dan tentunya mengajarkan apapun tanpa harus ada unsur paksaan. Karena dikuatirkan ketika ada unsur pemaksaaan, timbul trauma terhadap apa yang dipaksakan. Ketika belajar membaca si anak dipaksa untuk membaca, nungkin anak bisa membaca tetapi tak suka membaca. Bukankah bisa membaca supaya suka membaca? [Mr.Clear]
Hukuman…Bending!
“Si Fulan Bending, karena masuk perpustakaan sementara kakinya kotor..!!”, Perintah salah satu Guru. “ Dan Si Fulan juga bending, karena keluar ruang belajar tanpa alas kaki..!”. Kebiasaaan ini, masih kita jumpai diinstitusi pendidikan masih menerapkan punishment, sebagai bentuk sanksi. Dan lebih parahnya sanksi yang diterapkan tidak “mengarahkan” nalar siswa dengan benar.
Bending, merupakan salah satu olah raga untuk melatih fisik yang cukup baik. Namun,..akan lain maknanya, bila bending ini telah digunakan sebagai salah satu bentuk hukuman yang digunakan oleh Guru/Faslilator ke siswa yang melanggar aturan yang ditetapkan.
Bending, pada dasarnya untuk siswa juga ada manfaatnya agar fisiknya terlatih. Namun apakah tidak cara ain yang tidak dikaitkan dengan hukuman karena sesuatu hal? Misal dimasukkan dalam salah satu acara senam dilakukan tiap pagi yang dilakukan bersama-sama?
Bukankah kita pingin melatih nalar siswa dan juga melatih kesadaran siswa agar melakukan sesuatu bukan karena takut hukuman namun karena kesadaran pada dirinya untuk melakukan sesuatu? Bukankah nalarnya bisa lebih mudah dicerna bila dijelaskan sebab akaibat yang “masuk akal”? Bila sekiranya ruangan perpustakaan kotor karena siswa masuk dengan kaki yang “kotor”, sebagai konsekuensinya si siswa “diajak” membersihkan, akan lebih mudah diterima oleh siswa daripada dikaitkan dengan “hukuman”, bending!. Bila sekiranya, siswa keluar ruangan belajar tanpa alas kaki, bukankah akan lebih baik di jelaskan manfaat menggunakan alas kaki. Misal, kalau ada duri yang terinjak tidak langsung kena kaki, namun masih ada pelindung alas kaki, ketika masuk ruangan yang “bersih”, naggak perlu cuci kaki dulu sehingga bisa langsung masuk ruangan, dll.
Lantas adakah korelasi yang “pas” antara bending dengan pelanggaran siswa yang masuk ruangan dengan kaki yang kotor? Kalaupun ada hubungan, tentunya korelasi yang dipaksakan!!!
Kan lebih bijak bila melatih siswa dengan nalar yang “benar”! Bukan hanya sekedar kepatuhana terhadap suatu aturan karena takut suatu hukuman, namun kepatuhan karena kesadaran! Sehingga ada atau tiada yang mengawasi, akan tetap melakukan aturan yang telah disepakati, the right way!.
Bila sekiranya ada pola didik yang kurang pas, akan lebih terhormat untuk mengoreksi dan menganulir apa yang pernah diterapkan di hadapan para siswa, sehingga mind set siswa bisa terkoreksi walaupun tidak semudah menghapus tulisan yang salah di papan tulis.(Mr. Clear)
Ketika Belajar Berorientasi Nilai…
“Anak-anak , kalau tulisannya semakin banyak, NILAI-nya semakin gedhe lho!”. “Anak-anak kalau tidak mau senam, entar dijemur lho”. Kita mungkin sering mendengar ungkapan yang disampaikan beberapa guru atau pendidik yang mungkin tanpa sadar bahwa yang mereka sampaikan akan berdampak kurang baik. Semula pingin memberikan motivasi, justru merusak mind set siswa.
Ketika mind set siswa telah terbentuk,… belajar atau melakukan kegiatan, hanya ingin mendapatkan nilai gedhe, nilai bagus dan apapun istilah yang dipakai, maka apapun yang dilakukan hanya pingin mendapatkan nilai, sehinga timbullah kasus mencontek, PR dikerjakan pihak lain, dan lain sebagainya. Kenapa ini terjadi, ya…salah satu sebab karena hanya berorientasi nilai. Penting dapat Nilai bagus! Orientasi belajar seharusnya untuk menambah pengetahuan, wawasan maupun ketrampilan. Yang sebelumnya nggak tahu menjadi tahu. Yang sebelumnya pengetahuannya kurang, akan bertambah. Yang sebelumnya kurang terampil, menjadi lebih terampil.
Ketika siswa belajar menulis adalah suatu proses melatih siswa agar terampil menulis. Semakin banyak tulisan yang dihasilkan akan semakin terlatih dan mahir dalam menulis tentunya, bukan karena semata pingin mendapatkan nilai. Nilai akan mengikuti dengan sendirinya. Bila siswa telah terampil menulis tentunya akan semakin banyak tulisan yang dihasilkan, ketika siswa lagi mau menulis. Dengan demikian nilai yang dihasilkan gedhe juga, bila hanya berorientasi jumlah baris tulisan. Manfaat menulis itulah yang perlu dikedepankan bukan supaya dapat Nilai semata.
Senam! Satu,…dua,…tiga,…angkat tangan, bungkukkan badan…!!! Kenapa siswa senam? Kenapa mereka senam? Kalau nggak senam entar kena hukuman,…dijemur! Oh…siswa senam karena takut hukuman. Waoh…luar biasa motivasi yang sedang dibangun. Bukankah senam agar fisik kita lebih sehat? Supaya badan kita lebih fit, lebih sehat, lebih bugar, tentunya salah satu carnya ya…senam! Bukan karena takut hukuman! Kesadaran untuk melakukan sesuatu karena tahu akan tujuannya, tentunya akan lebih baik dan benar dalam berorientasi. Sehinga siswa tahu betul ketika melakukan sesuatu akan tujuan dari aktifitas yang mereka lakukan. Jangan sampai ketika ada yang bertanya, “ Kenapa adik senam?”. Supaya tidak dihukum….Supaya tidak DIJEMUR! “Ha…!”. Emang pakaian,…kok dijemur segala! Berabeh dong! (Mr.Clear)
Nilai Nol, Gimana Ayah?
Setengah jam lagi manggrib akan tiba, ketika Ayah mengucapkan salam dan masuk ke rumah. Irbah dan Hanif sudah siap menyambut kehadiran Ayah yang seharian telah meninggalkan kami untuk menuaikan ibadah, KERJA!
Hanif, biasa kupanggil, adalah Adik Irbah, telah menjulurkan 2 tangannya ke arah Ayah mengisyaratkan untuk minta gendong. Maklum baru berusia 1 tahun 2 bulan. Jadi “belum bisa” ngomong seperti Irbah. Sementara Irbah, menggandeng tangan kiri Ayah, sambil bercerita tentang aktifitas di sekolahan.
“Tadi Irbah, telah bikin kue dari Tanah liat, Ayah tahu nggak supaya tanah liat nggak lengket dengan cetakan?”. Belum sempat Ayah menjawab, udah Irbah jawab sendiri. Kelamaan Ayah jawabnya! “ “Permukaan cetakan diberi pasir sampai merata. Lantas tanah liat yang telah siap dicetak, dimasukan ke cetakkan, sehingga hasilnya sesuai cetakan. Hasil cetakan akan sangat mudah, untuk dilepas dari cetakkan, karena antara cetakan dan tanah liat ada lapisan pasir. Gitu Ayah”.
“ Oh begitu ya….Hebat dong! Ayah mandi dulu ya…!. Entar setelah sholat maggrib jama’ah, Irbah boleh cerita lagi. Gimana?”, pinta Ayah. “Oke Ayah”, sahut irbah.
Setelah sholat maggrib dan makan malam, Irbah cerita lagi. “Kata Bu Guru, kalau nggak ikut kegiatan akan dapat nilai NOL. Gimana nih Ayah? Setahu Irbah kan, kita ikut kegiatan ataupun belajar kan bukan untuk mendapatkan nilai aja. Tapi karena kita suka terhadap kegiatan itu, dan pingin nambah pengetahuan. Jadi bukan semata dapat nilai?”, Protes Irbah sebelum Ayah menjawab.
“Memang betul kata Irbah, Irbah sekolah, belajar, ikut kegiatan apapun supaya pengetahuan atau pengalaman bertambah. Bukan hanya semata mendapatkan nilai… Nilai itu akan mengikuti dengan sendirinya. Bila Irbah belajar dengan rajin, pengetahuan Irbah bertambah. Bila Irbah ikut kegiatan, pengalaman dan pengetahuan Irbah juga nambah.” Jadi bukan karena pingin mendapatkan nilai sehinga Irbah ikut kegiatan, tapi karena Irbah suka dan pingin nambah pengetahuan dan pengalaman. Jadi ikut kegiatan Irbah bukan karena NILAI . Oke Irbah!”, cerita Ayah. “ Oke Ayah!”, jawab Irbah.
Setelah dngobrol dengan Ayah, Irbah masuk kamar nonton TVIQ. Asyik Lho! Dah…!!!
Accelerated Learning
Setiap informasi yang yang masuk akan melalui sistem limbik. Bila kondisi individu yang menerima info dalam kondisi FUN, NYAMAN, SANTAI dan sesuai cara belajarnya, maka informasi akan diteruskan ke masing-masing “pintu” belahan otak (NEOKORTEKS) sesuai dengan cara belajar masing-masing individu. Informasi akan menetap di belahan otaknya masing-masing. Pembelajaran akan berlangsung efektif dan alamiah.
Enak kan …kayak main spon di celupkan ke air aja
Namun bila kondisi belajar tidak FUN atau tidak sesuai dengan cara belajar masing-masing individu, informasi tsb akan diteruskan ke batang otak, dengan kata lain informasi tsb “dibuang”.
Aduh…kacian amat jadi tak berarti,…buang waktu dan tenaga …:)
by Mr.Clear
“Gimana ya..? Anak saya nggak mau membaca, hanya suka menggambar dan menggambar!”.
Hal ini kadang kita dengar keluhan dari beberapa orang tua yang merasa sulit untuk mengarahkan anak sesuai dengan yang diharapkan. Seperti halnya contoh kasus diatas. Sesungguhnya kita nggak perlu risau dengan kesukaan anak yang kadang nggak sesuai dengan kita harapkan. Sedangkan kita pingin anak bisa sesuatu yang lain, misal anak suka membaca. Namun kita masih bisa memasukkan hal-hal yang kita inginkan melalui aktifitas kesukaan anak. Misal Anak suka menggambar. Dari menggambar kita bisa mengajarkan membaca secara tidak langsung kepada anak kita dengan cara menyisipkan tulisan pada pada gambar mereka.
“Dede,…Mama pingin tahu nih….apa ya.. nama gambar Dede ini?”, tanya Mama pada suatu Malam.” Ini kan gunung Ma…!”, Jawab Dede. “Oh…Gunung….! Gimana kalau kita beri nama dibawahnya? Supaya Papa atau Nenek kalau lihat gambar Dede, tahu namanya, tanpa harus nanya lagi ke Dede”. Gimana De?”, usul Mamanya. “ Ide yang bagus Ma…”, sahut Dede. “Mama tulis ya….GUNUNG”, kata mama sambil menorehkan tinta ke buku gambar Dede, sambil mengulang beberapa kali “ Ini tulisan GUNUNG dede…”, jelas Mama, tanpa harus memaksa Dede untuk memperhatikan tulisan Mamanya.
Dengan cara menyisipkan tulisan pada gambar anak yang suka menggambar tentu tidak akan mengusik kesukaan anak kita, namun kita bisa mengajarkan membaca secara tidak langsung.Perlahan-lahan tanpa disadari anak, kita telah mengajarkan anak membaca. Hal ini bisa diulang dan diulang, sampai akhirnya anak akan menyukai untuk membaca. Ya….suka membaca! Bukan hanya sekedar bisa membaca.
Ternyata mengajarkan sesuatu pada anak (membaca-misal) tanpa harus kita mengatakan bahwa sedang belajar membaca tapi sedang menggambar. Namun sesungguhnya juga sedang belajar membaca. Sehingga anak tidak merasa belajar membaca, yang merupkan sesuatu yang tidak menyenangkan buat dirinya. Dan tentunya mengajarkan apapun tanpa harus ada unsur paksaan. Karena dikuatirkan ketika ada unsur pemaksaaan, timbul trauma terhadap apa yang dipaksakan. Ketika belajar membaca si anak dipaksa untuk membaca, nungkin anak bisa membaca tetapi tak suka membaca. Bukankah bisa membaca supaya suka membaca? [Mr.Clear]
Hukuman…Bending!
“Si Fulan Bending, karena masuk perpustakaan sementara kakinya kotor..!!”, Perintah salah satu Guru. “ Dan Si Fulan juga bending, karena keluar ruang belajar tanpa alas kaki..!”. Kebiasaaan ini, masih kita jumpai diinstitusi pendidikan masih menerapkan punishment, sebagai bentuk sanksi. Dan lebih parahnya sanksi yang diterapkan tidak “mengarahkan” nalar siswa dengan benar.
Bending, merupakan salah satu olah raga untuk melatih fisik yang cukup baik. Namun,..akan lain maknanya, bila bending ini telah digunakan sebagai salah satu bentuk hukuman yang digunakan oleh Guru/Faslilator ke siswa yang melanggar aturan yang ditetapkan.
Bending, pada dasarnya untuk siswa juga ada manfaatnya agar fisiknya terlatih. Namun apakah tidak cara ain yang tidak dikaitkan dengan hukuman karena sesuatu hal? Misal dimasukkan dalam salah satu acara senam dilakukan tiap pagi yang dilakukan bersama-sama?
Bukankah kita pingin melatih nalar siswa dan juga melatih kesadaran siswa agar melakukan sesuatu bukan karena takut hukuman namun karena kesadaran pada dirinya untuk melakukan sesuatu? Bukankah nalarnya bisa lebih mudah dicerna bila dijelaskan sebab akaibat yang “masuk akal”? Bila sekiranya ruangan perpustakaan kotor karena siswa masuk dengan kaki yang “kotor”, sebagai konsekuensinya si siswa “diajak” membersihkan, akan lebih mudah diterima oleh siswa daripada dikaitkan dengan “hukuman”, bending!. Bila sekiranya, siswa keluar ruangan belajar tanpa alas kaki, bukankah akan lebih baik di jelaskan manfaat menggunakan alas kaki. Misal, kalau ada duri yang terinjak tidak langsung kena kaki, namun masih ada pelindung alas kaki, ketika masuk ruangan yang “bersih”, naggak perlu cuci kaki dulu sehingga bisa langsung masuk ruangan, dll.
Lantas adakah korelasi yang “pas” antara bending dengan pelanggaran siswa yang masuk ruangan dengan kaki yang kotor? Kalaupun ada hubungan, tentunya korelasi yang dipaksakan!!!
Kan lebih bijak bila melatih siswa dengan nalar yang “benar”! Bukan hanya sekedar kepatuhana terhadap suatu aturan karena takut suatu hukuman, namun kepatuhan karena kesadaran! Sehingga ada atau tiada yang mengawasi, akan tetap melakukan aturan yang telah disepakati, the right way!.
Bila sekiranya ada pola didik yang kurang pas, akan lebih terhormat untuk mengoreksi dan menganulir apa yang pernah diterapkan di hadapan para siswa, sehingga mind set siswa bisa terkoreksi walaupun tidak semudah menghapus tulisan yang salah di papan tulis.(Mr. Clear)
Ketika Belajar Berorientasi Nilai…
“Anak-anak , kalau tulisannya semakin banyak, NILAI-nya semakin gedhe lho!”. “Anak-anak kalau tidak mau senam, entar dijemur lho”. Kita mungkin sering mendengar ungkapan yang disampaikan beberapa guru atau pendidik yang mungkin tanpa sadar bahwa yang mereka sampaikan akan berdampak kurang baik. Semula pingin memberikan motivasi, justru merusak mind set siswa.
Ketika mind set siswa telah terbentuk,… belajar atau melakukan kegiatan, hanya ingin mendapatkan nilai gedhe, nilai bagus dan apapun istilah yang dipakai, maka apapun yang dilakukan hanya pingin mendapatkan nilai, sehinga timbullah kasus mencontek, PR dikerjakan pihak lain, dan lain sebagainya. Kenapa ini terjadi, ya…salah satu sebab karena hanya berorientasi nilai. Penting dapat Nilai bagus! Orientasi belajar seharusnya untuk menambah pengetahuan, wawasan maupun ketrampilan. Yang sebelumnya nggak tahu menjadi tahu. Yang sebelumnya pengetahuannya kurang, akan bertambah. Yang sebelumnya kurang terampil, menjadi lebih terampil.
Ketika siswa belajar menulis adalah suatu proses melatih siswa agar terampil menulis. Semakin banyak tulisan yang dihasilkan akan semakin terlatih dan mahir dalam menulis tentunya, bukan karena semata pingin mendapatkan nilai. Nilai akan mengikuti dengan sendirinya. Bila siswa telah terampil menulis tentunya akan semakin banyak tulisan yang dihasilkan, ketika siswa lagi mau menulis. Dengan demikian nilai yang dihasilkan gedhe juga, bila hanya berorientasi jumlah baris tulisan. Manfaat menulis itulah yang perlu dikedepankan bukan supaya dapat Nilai semata.
Senam! Satu,…dua,…tiga,…angkat tangan, bungkukkan badan…!!! Kenapa siswa senam? Kenapa mereka senam? Kalau nggak senam entar kena hukuman,…dijemur! Oh…siswa senam karena takut hukuman. Waoh…luar biasa motivasi yang sedang dibangun. Bukankah senam agar fisik kita lebih sehat? Supaya badan kita lebih fit, lebih sehat, lebih bugar, tentunya salah satu carnya ya…senam! Bukan karena takut hukuman! Kesadaran untuk melakukan sesuatu karena tahu akan tujuannya, tentunya akan lebih baik dan benar dalam berorientasi. Sehinga siswa tahu betul ketika melakukan sesuatu akan tujuan dari aktifitas yang mereka lakukan. Jangan sampai ketika ada yang bertanya, “ Kenapa adik senam?”. Supaya tidak dihukum….Supaya tidak DIJEMUR! “Ha…!”. Emang pakaian,…kok dijemur segala! Berabeh dong! (Mr.Clear)
Nilai Nol, Gimana Ayah?
Setengah jam lagi manggrib akan tiba, ketika Ayah mengucapkan salam dan masuk ke rumah. Irbah dan Hanif sudah siap menyambut kehadiran Ayah yang seharian telah meninggalkan kami untuk menuaikan ibadah, KERJA!
Hanif, biasa kupanggil, adalah Adik Irbah, telah menjulurkan 2 tangannya ke arah Ayah mengisyaratkan untuk minta gendong. Maklum baru berusia 1 tahun 2 bulan. Jadi “belum bisa” ngomong seperti Irbah. Sementara Irbah, menggandeng tangan kiri Ayah, sambil bercerita tentang aktifitas di sekolahan.
“Tadi Irbah, telah bikin kue dari Tanah liat, Ayah tahu nggak supaya tanah liat nggak lengket dengan cetakan?”. Belum sempat Ayah menjawab, udah Irbah jawab sendiri. Kelamaan Ayah jawabnya! “ “Permukaan cetakan diberi pasir sampai merata. Lantas tanah liat yang telah siap dicetak, dimasukan ke cetakkan, sehingga hasilnya sesuai cetakan. Hasil cetakan akan sangat mudah, untuk dilepas dari cetakkan, karena antara cetakan dan tanah liat ada lapisan pasir. Gitu Ayah”.
“ Oh begitu ya….Hebat dong! Ayah mandi dulu ya…!. Entar setelah sholat maggrib jama’ah, Irbah boleh cerita lagi. Gimana?”, pinta Ayah. “Oke Ayah”, sahut irbah.
Setelah sholat maggrib dan makan malam, Irbah cerita lagi. “Kata Bu Guru, kalau nggak ikut kegiatan akan dapat nilai NOL. Gimana nih Ayah? Setahu Irbah kan, kita ikut kegiatan ataupun belajar kan bukan untuk mendapatkan nilai aja. Tapi karena kita suka terhadap kegiatan itu, dan pingin nambah pengetahuan. Jadi bukan semata dapat nilai?”, Protes Irbah sebelum Ayah menjawab.
“Memang betul kata Irbah, Irbah sekolah, belajar, ikut kegiatan apapun supaya pengetahuan atau pengalaman bertambah. Bukan hanya semata mendapatkan nilai… Nilai itu akan mengikuti dengan sendirinya. Bila Irbah belajar dengan rajin, pengetahuan Irbah bertambah. Bila Irbah ikut kegiatan, pengalaman dan pengetahuan Irbah juga nambah.” Jadi bukan karena pingin mendapatkan nilai sehinga Irbah ikut kegiatan, tapi karena Irbah suka dan pingin nambah pengetahuan dan pengalaman. Jadi ikut kegiatan Irbah bukan karena NILAI . Oke Irbah!”, cerita Ayah. “ Oke Ayah!”, jawab Irbah.
Setelah dngobrol dengan Ayah, Irbah masuk kamar nonton TVIQ. Asyik Lho! Dah…!!!
Accelerated Learning
Setiap informasi yang yang masuk akan melalui sistem limbik. Bila kondisi individu yang menerima info dalam kondisi FUN, NYAMAN, SANTAI dan sesuai cara belajarnya, maka informasi akan diteruskan ke masing-masing “pintu” belahan otak (NEOKORTEKS) sesuai dengan cara belajar masing-masing individu. Informasi akan menetap di belahan otaknya masing-masing. Pembelajaran akan berlangsung efektif dan alamiah.
Enak kan …kayak main spon di celupkan ke air aja
Namun bila kondisi belajar tidak FUN atau tidak sesuai dengan cara belajar masing-masing individu, informasi tsb akan diteruskan ke batang otak, dengan kata lain informasi tsb “dibuang”.
Aduh…kacian amat jadi tak berarti,…buang waktu dan tenaga …:)
No comments:
Post a Comment