Monday 29 June 2009

Mengatasi Trauman Pada Anak

Trauma Keluarga
Pertengkaran kedua orangtua yang disaksikan oleh anak ataupun peristiwa perceraian yang dialami orangtua, sehingga anak ditinggal oleh salah satu orang yang dicintainya, akan membekas secara mendalam pada ingatan anak. Dampaknya, mungkin anak jadi pendiam, tak banyak minatnya akan sesuatu, jadi gampang marah, ada rasa takut jika melihat pertengkaran orangtuanya kembali terulang, dan sebagainya.
Selanjutnya akan berdampak pada masalah sosialisasi anak. Di usia yang lebih besar lagi anak akan mengalami hambatan dalam hubungan pertemanan dengan lawan jenisnya. Mungkin anak akan menolak pertemanan yang lebih dari seorang sahabat, sulit mencintai orang lain. Ada kekhawatiran akan pernikahan dan mengalami hal yang sama seperti yang dialami kedua orangtuanya sehingga anak tak mau menikah apalagi punya anak.

Cara Mengatasi:
Yang pertama-tama harus berubah adalah orangtua.
Orangtua harus menyadari kesalahannya dan meminta maaf kepada anak atas kesalahan yang dilakukan selama ini.
Tidak lagi melakukan pertengkaran di depan anak.
Memberikan penjelasan kepada anak mengapa ayah dan ibu harus berpisah.
Tetap menjaga hubungan baik dengan pasangan. Rencanakan kembali bersama pasangan apa yang akan dilakukan pada anak.
Lakukan aktivitas kebersamaan dengan anak seperti main bola bersama, outbound, berkemah, dan sebagainya.
Saat anak merasa relaks dengan kedua orangtuanya, bangunlah komunikasi dengan baik. Lakukan terus-menerus.

Trauma Kekerasan
Secara fisik akan lebih terlihat lewat tanda-tanda pada tubuh anak. Selain itu, tampak ekspresi ketakutan yang ditampilkan oleh anak. Begitu pun kekerasan secara seksual. Namun adakalanya, kekerasan seksual yang dilakukan pada anak usia ini tersamar dan tak diketahui, karena mungkin pelakunya melakukan secara "halus" semisal dengan iming-iming sesuatu sehingga anak bersedia melakukannya tanpa paksaan. Anak usia ini sudah tahu sebab-akibat. Kalau diberi sesuatu maka dia pun harus memberikan yang diminta, misalnya. Bagi anak, perlakuan tersebut dipahaminya sebagai perilaku orang dewasa di sekitarnya.
Dampak trauma dari kekerasan fisik, nantinya anak akan hidup dengan penuh ketakutan atau malah mencontoh perilaku tersebut dan melakukannya pada orang lain. Pada kekerasan seksual, anak merasa dirinya sudah tidak utuh lagi, merasa diri tak berdaya dan tak berharga. Dia akan menghargai dirinya dari benda atau hal yang bersifat materi lainnya atau dirinya merasa berharga kalau ia membiarkan dirinya teraniaya oleh orang lain. Anak mungkin akan membenci jenis kelamin yang berbeda dan bisa mencintai sesama jenis, memilih hidup sendiri, dan sebagainya. Untuk meminimalisasi dampak tersebut, maka harus diatasi sejak dini.

Cara Mengatasi:
Perhatikan gejala yang mungkin muncul pada anak.
Ajak anak bermain atau menggambar dan orangtua terlibat di dalamnya. Biasanya dalam kegiatan menggambar, anak yang mengalami kekerasan fisik akan menggambar orang dengan organ yang tak utuh semisal kaki atau tangannya buntung. Pada anak yang mengalami kekerasan seksual, gambaran pada bagian organ seksualnya dicoret-coret hitam atau digambarkan secara tak lazim semisal ukuran besar dan sebagainya. Ketika bermain boneka, anak yang mengalami kekerasan fisik akan memukul-mukul dan melakukan kekerasan pada boneka. Pada anak yang mengalami kekerasan seksual, akan menekan-nekan bagian organ kelamin bonekanya. Hal itu akan diulanginya tiap kali bermain.
Setelah anak merasa relaks, galilah ceritanya. Misal, tanyakan pada anak mengenai gambarnya, "Kenapa gambar kaki orang di situ buntung?" atau "Kenapa bagian alat kelaminnya dicoret-coret seperti itu?" Bisa saja lalu anak mengatakan, "Soalnya aku ini bapaknya dan marah sama anaknya." Minta pula anak bercerita agar ia merasa tak tertekan, terpojok, dan sebagainya.
Konfirmasikan akan apa yang dialami anak untuk memastikan kesaksian, apakah pernyataannya bisa dibenarkan atau tidak.
Jika anak tak mau bercerita, jangan memaksanya. Paling tidak, bila anak menolak, orangtua tetap memperoleh data bahwa si anak memang berat menceritakan hal tersebut.
Anak perlu mendapat penanganan khusus dengan dibawa ke psikolog atau psikiater untuk diintervensi lebih dalam lagi.

Catatan Penting
Sebetulnya, kekerasan seksual pada anak bisa dihindari dengan memberikan pendidikan seksual sejak dini. Lakukan dari hal yang mudah, semisal mengatakan pada anak untuk menjaga organ seksualnya, "Dek, alat kelaminmu ini merupakan hal yang pribadi dan hadiah dari Tuhan yang harus kamu jaga. Jadi, tidak ada orang lain yang boleh menyentuhnya, kecuali Bunda saja." Selain itu, biasakan pula anak sejak dini menutup organ privatnya. Tak kalah penting bagi orangtua untuk menjaga komunikasi dan kedekatan dengan anak agar dapat memantau keadaannya demi menghindari hal-hal yang tak diinginkan.

Trauma Bencana Alam
Trauma akibat bencana sangat terekam dalam ingatan anak, seperti yang dialami kala tsunami. Bila mereka diminta menggambar akan tampak dari hasil karyanya berkaitan dengan air, misalnya. Dampak trauma dari bencana antara lain, anak menghindari pembicaraan yang mengarah pada peristiwa bencana, mungkin anak jadi takut keluar rumah sehingga terhambat aktivitasnya maupun sosialisasinya.

Cara Mengatasi:
Gali perasaan yang dialami anak lewat menggambar maupun bermain. Umpama, main kartu bergambar yang ada cerita tentang bencana yang dialami anak. Minta anak mengurutkan kartu berdasarkan cerita tersebut.
Undanglah teman-teman anak untuk melakukan support group sehingga anak bisa berbagi dengan teman-temannya dan tak merasa sendirian.

Trauma Kematian
Kematian merupakan suatu konsep yang abstrak bagi anak, karena tahap perkembangannya masih praoperasional sehingga sulit mencerna peristiwa tersebut. Dampak dari trauma kematian pada setiap anak berbeda tergantung daya stres pada setiap anak. Jika kejadiannya begitu tragis dan disaksikan oleh anak, tentu akan sangat traumatik dibandingkan bila kejadian tersebut tidak menakutkannya. Dampak dari trauma kematian, bisa jadi anak akan menghindar dari pembicaraan yang mengarah pada kejadian kematian tersebut, anak jadi lebih pendiam, dan sebagainya. Perlu waktu bagi anak mengatasi trauma tersebut

Cara Mengatasi:
Orangtua tak menutupi atau berbohong mengenai kejadian yang sebenarnya. Jangan sampai karena ingin menghibur anak lantas mengatakan, "Mama sedang pergi dan nanti akan kembali." Penjelasan seperti itu menyiksa batinnya karena anak akan menunggu sia-sia.
Orangtua hendaknya memberikan contoh dengan tidak memperlihatkan kesedihan mendalam di hadapan anak. Tujuannya agar anak pun dapat bersikap positif.
Berikan contoh konkret lewat cerita-cerita fabel, semisal, "Setiap makhluk yang diciptakan Tuhan itu ada batas waktu hidupnya. Seperti induk kelinci ini, lo. Ada yang usianya cuma sampai 5 tahun atau 10 tahun. Setelah itu Tuhan akan memanggilnya pulang. Begitu juga dengan Ayah. Meski Ayah tidak ada lagi bersama kita namun ia tetap ada di ingatan kita."

Narasumber: Fabiola Priscilla S., M.Psi., dari Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia
Sumber: tabloid-nakita.com

No comments:

PG/ TK ISLAM SMART BEE - Children Education

My photo
Based on Islamic system. We commit to be partner for parents to provide educated play ground for their beloved children. Contact us: Jl.Danau Maninjau Raya No.221, Ph 62-21-7712280/99484811 cp. SARI DEWI NURPRATIWI, S.Pd